Catatan perjuangan di Semester akhir
Judul yg agak lebay di atas terdengar
akrab jika di kaitkan dengan salah satu syarat yg harus dipenuhi oleh seorang
mahasiswa yang ingin lulus. Yap, tulisan ini berisikan pengalaman saya ketika
menyelesaikan tugas akhir skripsi yang di tuntaskan selama kurang lebih sebulan
lamanya yg bertepatan di bulan ramadhan tahun ini. Tulisan ini tidak lain hanya cara saya berbagi
pengalaman selama mengerjakan skripsi dalam waktu yang relatif singkat. Di samping
itu tulisan ini mengandung unsur “keterpaksaan”, karena saya pernah bernazar
akan membuat cerita ttg pengalaman nyekrip, sedangkan saya tidak terlalu suka
menulis.
Bermula ketika saya
ngeklik mata kuliah tugas akhir (skripsi) di akun akademik, detik itu juga saya
mulai memikirkan topik penelitian. Karena saya mengambil peminatan ekonomi
publik, saya langsung mengambil inisiatif untuk memilih topik terkait pajak, tentunya
topik yang masih baru. Alhamdulillah bapak dan kakak saya pernah bekerja di
instansi yang mengelola pajak di kota padang. Saya “manfaatkan” mereka untuk
bertanya2 isu baru tentang pajak. Setelah banyak bertanya kepada dua “suhu” ini,
akhirnya muncul satu topik yang masih hangat, yaitu isu tentang pengelolaan
pajak bumi dan bangunan oleh kota dan kabupaten, yang sebelumnya masih di
kelola oleh pemerintah pusat, kalo bahasa akademiknya sih pendaerahan pajak
bumi dan bangunan. Hal pertama yang terpikirkan oleh saya adalah saya ingin
membuat skripsi tentang bagaimana perbandingan efektivitas pemungutan pajak
bumi dan bangunan oleh daerah ataupun pemerintah pusat, jadi penelitian nya
bersifat comparative study. Saya
mencari jurnal terkait untuk di ajadikan acuan. Karena masih berada di padang
(kampung saya), saya langsung berangkat ke depok untuk mencari “semangat nyekrip”,
krna kata senior2 kalo lgi nyekrip dket2 ama tmen yg juga lgi nyekrip spaya
semangat nya ketular *katanyasihgitu. Dan benar saja, ngeliat tman2 yg sbuk
nyari referensi di perpus, ada smcam dorongan buat ikutan, walau tujuan di diri
saya sndiri masih skedar “ikutan”. Suatu kali saya coba googling kata kunci
topik skripsi dan menemukan karya ilmiah orang lain yg hmpir serupa topik
penelitian saya, tapi bedanya ini adalah thesis. Beruntungnya pemilik thesis
tersebut adalah mahasiswa FEUI jadi saya gk perlu cpek2 nyari thesis tersebut,
krna sudah tersedia di perpusatakaan fakultas. Dalam waktu beberapa hari saya
fokus pada thesis tersebut, coba menggali apa yang paling esensial dan
kontributif yang bisa di jadikan topik skripsi, jadi kalo udh kelar, hasil
penelitiannya bisa bermanfaat melalui rekomendasi kebijakan.
Di sinilah cerita pelik
dimulai :(,
setelah selesai membaca thesis yang menjadi referensi skripsi, saya langsung menulis
bab 1, 2 dan 3 untuk di kumpulkan sebagai proposal skripsi. Proposal tersebut
juga saya gunakan untuk menghadap dosen pembimbing (dospem) apakah topik
skripsi saya “masuk akal” atau tidak untuk diteliti. Oya, sblumya perkenalkan
nma dospem sya pak shauqie. Dosen yg punya daya tarik kuat bagi perempuan. Kalo
ngliat saya dan pak shauqie lgi diskusi ttg skripsi kata orang kaya tom cruise
ama brad pitt lgi ngobrolin soal film (*kaloyanginiboong). Pada pertemuan awal
dengan dospem, beliau menerima topik skripsi yang saya ajukan, paling tidak ada
rasa lega ketika itu karna sejauh ini rencana yang di jalankan tidak terkendala
apapun. Selanjutnya pada pertemuan kedua, saya di minta untuk menjelaskan secara
rinci apa yang saya teliti. Ada banyak catatan yang beliau berikan di pertemuan
tersebut. Hari pertemuan itu adalah H-3,5 bulan batas pengumpulan skripsi. Beberapa hal prinsip yang beliau kritik adalah
kerangka berpikir skripsi saya yang berpegaruh pada model penelitian yang
menurut beliau “ngaur”. Mencoba mempertahankan argumen, saya jelaskan bahwa
progress yang saya buat saya yakin tidak di temui “kecacatan” yang berarti. Namun
tetap saja, pengalaman beliau sebagai peneliti dan pembimbing skripsi, membuat
kemampuan nalar dan argumen akademis saya menjadi tidak berarti apa2. Hari itu
cukup melelahkan, setelah menghabiskan waktu berhari2 untuk memperbaiki
proposal skripsi, hanya dalam 1,5 jam argumen penelitian saya di hantam hanya
dengan logika sederhana beliau. Detik itu juga saya berpkir bahwa sepertinya
saya akan menambah 1 semester lagi khusus untuk mengerjakan skripsi. Di akhir
pertemuan, beliau juga menanyakan referensi yang saya gunakan, spontan saya
sebut judul thesis yang menjadi acuan saya serta beberapa jurnal internasional.
Mungkin di sini titik kekeliruan saya selama ini. “Beberapa” sumber ilmiah
belumlah cukup untuk membentuk kerangka berpikir yang bagus dan sistematis dlam
melakukan penelitian. Kemudian dari kerangka yang jelas, n hal2 yang dibutuhkan
dalam penelitian baik berupa model, data, metode dan lain2, masing2 rantai akan
saling bertemu. Sehingga di akhir pertemuan kedua tersebut, beliau hanya menyarankan
agar saya membaca lebih bnyak publikasi ilmiah. Namun apa daya, virus malas
telah merusak imun semangat skripsi. Jangankan untuk membaca lebih banyak
jurnal, melihat judul skripsi pun saya tak berselera. Selama krang lebih 1,5
bulan saya sama skli tak menyentuh bahan skripsi, alhasil waktu yg tersisa
hingga batas waktu pengumpulan sktar 2 bulan.
Sperti yang saya
ungkapkan di atas, lingkungan mempengaruhi semangat dalam mengerjakan skripsi.
Memiliki teman2 yang sbuk mencari referensi ilmiah di perpustakaan ada smcam
dorongan untuk melakukan hal yg sama. Di samping itu saya sering menanyakan
trik agar lepas dari “zona nyaman” kpda tman. Satu hal yang sya simpulkan
adalah “tidak peduli sbrapa buruk hasil penelitian yang diperoleh, gmana
susahnya mencari data, sumber yang terbatas, all you need to do now is just do
your best”, (krang lebih begitulah). Akhirnya smngat skripsi saya mulai
terpancing dgan paradigma itu. Yang saya lakukan hanya mengikuti alur
penelitian tanpa memikirkan rintangan yang di depan. Akhirnya saya mulai
mengikuti pesan ketika pertemuan terakhir dengan dospem yakni membaca referensi
ilmiah lebih banyak lgi. Download jurnal ataupun skdar membaca review dari
proquest, jstor, elsevier, dll mengisi kesibukan saya di hari H-2 bulan batas
pengumpulan skripsi. Hingga suatu ketika saya menemukan jurnal yg (menurut
saya) mudah dipahami dan applicable jika penelitiannya diterapkan di indonesia
dan sejalan dengan rencana penelitian saya. Dri satu jurnal tersebut saya smkin
bersemangat untuk mencari referensi lain dengan kata kunci yg serupa. Sumber
manapun yg serupa dengan penelitian saya, saya kumpulkan sebanyak mngkin, tnpa
melihat author, publisher, dll. Setelah saya baca baru kemudian saya sortir
apakah referensi tersebut reliable dan memenuhi azas2 keilmiahan. Sumber2 tsb
juga saya diskusikan dengan bbrpa dosen termasuk dengan dospem saya. Sembari
membaca jurnal, saya juga menuliskan rancangan skripsi saya secara kasar. Namun
di tengah jalan, lgi2 saya menemukan kesulitan. Kesulitannya terdapat pada metode
penelitian. Dalam bbrapa jurnal yg saya baca, metode untuk menghitung nilai
potensi pajak suatu daerah adalah dengan tax
possibility frontier (kalo tidak salah) yg tergolong sangat rumit secara
matematik. Hampir kehabisan akal, salah seorang teman menyarankan agar saya
menemui bapak nurkholis, dosen regional yg baru kembali dari jepang
menyelesaikan S3 nya. Saya meminta saran beliau terkait model penelitian saya.
Beliau ternyata juga seorang peneliti yg pernah mendalami ekonomi sektor publik
jadi lebih kurang paham tentang pajak. Beliau menyarankan saya untuk
menggunakan metode estimasi GDP regional sektoral terhadap pajak yg jauh lebih
sederhana untuk menghitung nilai potensi pajak. Semakin bersemangat dengan
saran tersebut, saya merevisi alur skripsi saya yg sebelumnya terdengar
“abstrak” menjadi mudah di pahami. Saya juga merubah model penelitian dan sangat
menyadari bahwa model sebelumnya salah kaprah. Hingga H-1,5 bulan menjelang
pengumpulan skripsi, saya menyerahkan proposal skripsi yg tentunya telah bnyk
perubahan, namun topik skripsi masih seputar pajak ke dospem. Dospem saya
akhirnya menyetujui proposal skripsi saya setelah paham secara utuh apa yg saya
bicarakan di dalamnya. Saya mengatakan langkah selanjutnya yg saya lakukan adalah
mencari data penelitian. Saya mengambil sampel seluruh kabupaten/kota di
sumatera barat, dan beberpa data hanya tersedia di kantor gubernur sumatera
barat dan BPS. Variabel dalam penelitian saya terhitung cukup banyak. Ada 17
variabel (yg terbagi ke dalam 2 model) dengan sampel 14 kota yg harus saya
temukan datanya. Selama 1 minggu saya mengelilingi kota padang untuk singgah di
kantor2 instansi terkait dgn data penelitian saya. Dan hasil yg saya dapatkan
membuat saya pesimis untuk meneruskan penelitian. Data yg terkumpul hanya
sekitar 50 persen dari target ditambah 10 persen data yg saya peroleh dari lab
departemen. Hari itu adalah H-40 hari batas pengumpulan skripsi. Bab yg baru
saya kerjakan hanya bab 1 dan bab 2 itupun masih sangat kasar. Dalam setiap
kesulitan yg saya alami saya sisipkan doa. Semakin “lemah” saya berdoa, semakin
terlihat jelas langkah2 tepat dan cepat yg harus saya ambil. Saya temui dospem
untuk menanyakan masalah data yg terbatas tersebut. Ternyata beliau juga
menyarankan agar model penelitian saya lebih disederhanakan, hingga dari 17 variabel
yg dibutuhkan hanya tersisa 12. Dan Alhamdulillah dari 12 variabel tersebut
saya telah memiliki data semuanya. Tapi tetap saja ada rasa khawatir jika saya
menggunakan data tersebut, karna metode penelitian yg sedikit berbeda dengan
penelitian sebelumnya. Hingga suatu saat cholik bermain ke kontrakan saya dan
menanyakan kabar skripsi, saya blang “belum terlalu yakin dgan hasilnya”, doi
menasehati untuk coba di olah terlebih dahulu trus liat hasilnya, gak ada
ruginya. Dan lgi2 Alhamdulillah hasil estimasi penelitian saya untuk model
pertama tergolong sangat baik. Hnya saja untuk hasil model kedua tdak terlalu
bagus. Terdapat beberapa variabel yg tdak sesuai hasilnya dengan hipotesis.
tdak menyerah sampai disitu, saya mencari referensi lain untuk mencari “alasan”
di balik hasil berbeda yg ditunjukkan bbrapa variabel. Bbrapa hari setelah itu,
saya ke kampus guna meminta agar SHPM (semacam ujian pra sidang untuk
menunjukkan hasil penelitian) saya ditunda lewat dari batas ketentua, dikarenakan
masih belum yakin dengan hasil yg saya bawa. Pak teguh sbgai kepala departemen
tidak mengizinkan permintaan tsb. Dengan kta lain, siapa saja yg mengikuti SHPM
lewat dari hri itu maka tdak akan lulus di sem tsb.
Saya masih ingat ketika
itu tanggal 22 juni bertepatan pada hari ke 5 puasa ramadhan, saya di “paksa”
untuk sgera mengikuti SHPM jika ingin lulus di sem itu. Saya sma skli belum
membuat ppt untuk di presentasikan. Saya nekat kembali ke kontrakan mengerjakan
apa yg bsa dikerjakan. Cholik menemani smbil menyemangati “ayo za, lulus breng
kita”. Tangan berkeringat, dada berdegup lebih kencang, tapi di pikiran saya hanya
ingin lulus, halangan apapun menjadi tdak berarti. Saya kembali ke kampus untuk
mengikuti SHPM yg di pimpin oleh bu alin. Alhamdulillah proses SHPM berjalan
lancar, hanya saja di akhir bu alin memberikan bbrpa saran terkait rekomendasi
penelitian saya. Saya di izinkan untuk mengikuti ujian sidang skripsi. Dosen saya
menginginkan sidang dilaksanakan pada tanggal 8 juni. Kebijakan departemen mensyaratkan
untuk setiap mahasiswa yg ingin sidang menyerahkan draft skripsi 2 hari sblum
sidang (tanggal 6 juni). Itu berarti saya harus menyelesaikan draft yang sudah
finish dalam waktu 14 hari, terhitung dari tanggal 22. Di hari itu progress
skripsi saya masih di bab 1 dan 2 dgan versi yg sangat kasar. Saya memilih
untuk menyelesaikan bab 1 dan bab 2 terlebih dahulu, Baru kemudian melanjutkan
bab seterusnya.
Hari2 puasa saya
ditemani oleh laptop dgan seorang sahabat nyekrip (cholik) yg jga sbuk dengan
laptopnya. Waktu berjalan terasa cpat , dgan target skripsi yg masih jauh. Bahkan
saya merasa kalau puasa tahun ini adalah puasa tersingkat. Lapar menjadi tidak
berasa slama ditemani skripsi. Bangun,
sahur, sholat, nyekrip, tarawih dan nyekrip lgi, kurang lebih begitu siklus
hidup saya dan kholik slama puasa kmren. Di kala kehabisan ide, biasanya sholat
slalu menjadi jawaban. Ditambah lagi tadaruss yg melapangkan dada, smangat yg
hampir redup kembali membara. Beruntung pnya teman nyekrip yg smngat skripsinya
sma dengan smngat ibadahnya, kalau cholik lagi tadarrus biasanya saya istirahat
sejenak, menjauh dari skripsi, nenangin hati pake obat terbaik (alquran). Selama
masa2 sidang mahasiwa, saya merayakan hari sidang 3 orang teman saya. Sama sekali
tidak tampak muka yg baik2 saja stelah keluar dari ruang sidang (*yaiyalah). Mau
anaknya pintar, biasa2 aja, yg suka ribut sklipun, tetap saja hanya keheningan
yg mereka tunjukkan stlah keluar dari ruang sidang. Saya berpikir bahwa mereka
yg sudah mngerjakan skripsi dengan serius berbulan2 masih menyimpan kekhawatiran,
khawatir dengn hasil, kritik dosen, ataupun dengan kelulusan. Saya teringat ucapan
salah seorang senior yg mengatakan bahwa dia dapat mengerjakan skripsi dalam 1
bulan, dengan konsekwensi harus menjauhkan sgala hal yg dapat “ngdistruct”,
sperti gadget, hang out breng tman, dll. Saya memikirkan nasib diri ini
mengingat waktu pengerjaan skripsi saya relatif singkat. 1 bulan untuk mencari
dan mengolah data, 2 minggu di antaranya untuk menyelesikan bab 3 hingga 5. Dengan
kata lain, jika saya dapat lulus dengan hasil sidang yg sangat memuaskan,
berarti saya telah memecahkan rekor senior tersebut (hihihi).
7 juni, sehari sebelum sidang saya
masih berkutat dengan bab 4 dan bab 5. Malam harinya selepas tarawih, saya
langsung melanjutkan skripsi tanpa ngobrol atau pun ngemil dengan cholik sperti
hari2 sblumnya. Saya jadi lebih pendiam, hanya skli2 tangan saya istirahatkan. Malam
pukul 11 cholik sudah tidur, dan diminta dibangunkan ketika sahur. Saya tetap
tdak bisa tdur, sklipun hari sblumnya saya hanya tdur 3 jam. Jam menunjukkan
pukul 3, saya bangunkan cholik untuk sahur, sklian minta di buatkan kopi. Ternyata
keputusan saya minum kopi ketika itu sungguh fatal :( . Berharap dengan minum
kopi bisa memberi energi tmbahan, Jntung saya malah berdegup kencang. Alhasil tidak
satu menitpun saya bisa menikmati tdur di hari H-1 skripsi. 8 juni, it’s show
time, ujian sidang pun dilakukan. Badan lemes, mata berat, hanya stelan kemeja
yg bagus jadi penghibur saya, Ditemani seorang tman yg telah saling support
dari awal. Jadwal sidang saya adalah jam 9, setengah jam sblumnya saya telah
berada di ruang sidang untuk mempersiapkan ppt dan bbrpa hal lainnya. Di awal
sidang saya tidak bisa menyembunyikan rasa gugup. Baru saja masuk ruang sidang,
saya langsung membuka sidang sndiri tanpa perintah penguji. Pak padang salah
seorang penguji menegur “kamu duduk dulu, saya bacakan prosedur”, alangkah
malunya saya ketika itu karna telah lancang =O. Setelah prosedur di bacakan
saya memulai presentasi. Aturan sidang membolehkan penguji menginterupsi di
tengah presentasi. Belum satu pertanyaan selesai di jawab, pertanyaan lain
telah di ajukan. Kritik tajam pun tdak ketinggalan dilayangkan pada saya, ada
penguji yg blang kalo penelitian saya misspesifikasi, ada yg blang penelitian
saya kurang mendalam, dll. Mungkin ini yg sering disebut “dibantai” oleh para
sidang-ers terdahulu :(. Bersyukur dospem saya cukup kooperatif, skli2
beliau mendukung argumen saya, namun juga tidak jarang bertanya. Setelah sidang
selesai saya diminta keluar ruangan, sementara pnguji mendiskusikan hasil
sidang. Selama bbrapa menit di luar sidang, hanya doa dan pasrah yg bsa saya
lakukan. Selang bbrapa menit kemudian, saya diminta masuk kembali ke ruang
sidang. Pak padang selaku ketua penguji meminta saya untuk memperbaiki hal2 yg
dikritik slama sidang, serta meminta untuk tidak keberatan jika saya harus
mengulang sem depan. “Kalau extend sampai sem depan gk papa kan? 1 sem doang
gpp lah”, ujar pak padang, saya cma bisa menjawab “saya sih tawakkal aja pak”,
bu sartika penguji yg lain menimpali “bagus tuh, mentalmu udah siap dengan
berbagai kemungkinan”. Suasana tiba2 hening, yg diteruskan oleh kalimat penutup
pak padang, “dengan berbagai pertimbangan, masukan, dan revisi yang dikerjakan
nantinya, sidang tugas akhir Reza Hidayat dengan judul skripsi Analisi Determinan Tax Effort Daerah di
Era Desentralisasi Fiskal (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Sumatera Barat), dinyatakan
lulus!!”. Alhamdulillah, hanya pujian2 kepada Allah Swt yg bsa saya ungkap
ketika itu. Ingin menangis, tapi mata ini sudah terbebani oleh kantuk yg berat.
Menangis memang bukan sikap yg biasa saya tunjukkan ketika mendengar kabar
bahagia, bahkan terhitung jarang, tapi “tekanan” dari mama yg hampir setiap
hari menelepon hanya untuk menanyakan skripsi, beban biaya kuliah semester
depan, dan kehilangan 6 bulan kesempatan untuk mencari kerja ataupun
mengupgrade diri dengan hal selain perkuliahan menjadi butir2 alasan saya harus
lulus di sem itu. Genap 8 semester saya menghabiskan waktu masa perkuliahan,
kelulusan skripsi memang hal yg sepadan menjadi bayaran untuk semua penat letih
tsb. Ada yg pernah Blang, “lulus kuliah cuma buat namatin sks tanpa ngambil
skripsi rasanya kurang greget”. Ya ada benarnya pernyataan itu, keluar dari
FEUI dengan membawa karya hasil jerih payah sendiri, bisa menjadi sesuatu yg
disyukuri, terlebih jika suatu saat penelitian saya memberikan dampak yg nyata
bagi daerah yg diteliti, ataupun dijadikan referensi untuk penelitian lebih
lanjut. :)
Warbiasahh...
BalasHapusDan diakhiri dengan kalimat gue "Zaaaaaaa, lo sidang ga bilang2 gueeeeeeeee!!!" XD
Kalo gini ceritanya sih gue paham
Selamat ejaaa! So proud of you :)
BalasHapus